Senin, 18 Januari 2010

WISUDAKU YANG KELABU

WISUDAKU YANG KELABU
DEMSON SILALAHI AMBARITA-NEGERI ASIH
Pagi itu matahari bersinar sangat cerah, secerah hatiku saat ini, karena saat ini hari yang paling membahagiakan dalam hidupku yaitu, aku diwisuda dan ortuku juga pasti bangga dengan anaknya yang bisa meraih gelar sarjana dari salah satu Universitas Negeri di Medan.
Satu minggu sebelum hari ini, aku sudah memberitahu kedua ortuku yang ada di tarutung bahwa hari ini aku diwisuda. Seperti biasanya kalau dari kampung semua keluarga pasti ikut karena ini termasuk hal yang harus dirayakan apalagi aku merupakan anak pertama dan merupakan suatu kebanggaan bagi keluarga kalau ada yang diwisuda.
Pagi itu aku tidak merasakan hal-hal yang tidak enak atau semacam firasat yang kurang baik, mungkin karena aku sudah terbawa dengan kegembiraan sehingga tidak sampai memikirkan hal itu. Aku menjalani hari-hariku seperti biasa layaknya seperti mahasiswa yang lain.
Acara wisuda telah dimulai semua wisudawan telah memasuki gedung, tapi aku tidak melihat salah satu keluargaku, aku mulai was-was dan sedikit kecewa. Aku mengawasi setiap orang yang baru masuk gedung ini, aku semakin kecewa karena aku tidak melihat salah satu dari mereka. Tiba-tiba disaat aku mulai putus asa, aku seolah-olah melihat ada orang yang melambai kearahku dan sepertinya memanggil namaku walaupun kurang jelas karena banyaknya orang didalam gedung, aku melihat kearah suara itu untuk memastikan, ternyata benar, itu adalah tulangku dan disampingnya ada nantulangku, tapi…..kenapa mereka yang datang mana kedua orangtuaku?
Kekecewaanku semakin membuncah! acara wisuda jadi merupakan acara yang paling membosankan. Aku ingin segera melihat orang tuaku, menunjukkan kepada mereka bahwa aku mampu dan tidak mengecewakan jerih payah mereka untuk menguliahkanku. Aku tahu mereka telah menahan terik dan hujan hanya untuk biaya kuliahku. Hari ini aku harus membalas jasa mereka dengan menunjukkan bahwa aku bisa. tiba-tiba pembawa acara memanggil namaku sebagai lulusan terbaik supaya maju kedepan bersama kedua orangtuaku, dengan iringan lagu “titip rindu buat ayah”
“Bahumu yang dulu kekar
legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk
namun semangatmu tak pernah pudar
memikul beban yang semakin sarat
kau tetap bertahan.”
Lagu ini sangat menggugah hatiku dan membuatku semakin pengen kalau ayahkulah yang harus datang untuk mengambil medalinya karena atas jerih payahnyalah aku bisa meraih ini. Aku tidak memberitahu kedua orangtuaku kalau aku merupakan lulusan terbaik, aku ingin memberi mereka surprice. Aku maju kedepan sambil melihat kearah tulangku. Apakah orangtuaku sudah ada disana, tapi kali ini aku kecewa lagi, yang maju kedepan hanya tulangku, hatiku semakin penasaran kenapa…..?apakah mereka benci samaku? Karena aku pernah ikut aktivis kampus?.
Tulangku langsung memeluk aku ketika kami berdua sudah berada di depan untuk menerima medali, aku sempat melihat ada setitik air mata di sudut matanya, mungkin tulangku terharu dan bangga bahwa aku bisa meraih predikat memuaskan dan lulusan terbaik, dan akupun memeluknya kembali setelah menerima medali dari rector. Aku tidak sempat bertanya dimana kedua orangtuaku karena tulangku langsung kembali ketempat duduknya. Sepertinya dia menghindari sesuatu atau dia tahu kalau aku mau bertanya.
Acara wisuda telah selesai. Aku tidak sabar lagi mau bertanya kepada mereka, aku tidak peduli lagi dengan teman-temanku yang mengajakku untuk berfoto. Aku harus bertanya!sekarang!. sebelum aku bertanya mereka sudah pasang senyum dan menyalamku sembari mengucapkan selamat!dan menarik tanganku untuk berfoto-foto, aku heran kok mereka yang maksa?apakah mereka mau buat surprice untukku?
Acara berfoto telah usai, tapi aku belum melihat kedua orangtuaku, mana surpricenya pikirku?akupun memberanikan diri untuk bertanya. “tulang….. mama dan bapak dimana?” tanyaku dengan mimic yang kecewa. “oh…..mereka dikampung karena ada familily yang baru datang dari Jakarta tadi pagi, jadi gak bisa ditinggal” katanya menjelaskan dengan senyum yang dipaksakan. Sepertinya mereka menutupi sesuatu, masa gara-gara family datang jadi gak bisa ikut? Gak mungkin pikirku. “ayolah…kita langsung pulang aja kekampung…mungkin orangtuamu gak sabar lagi menunggumu dikampug” katanya seraya mengajakku kearah mobil yang mereka tumpangi dari kampung.
Didalam mobil, mereka sangat akrab denganku dengan bertanya ini itu, mungkin ini trik mereka supaya aku tidak bertanya. Tapi aku menjawab semua pertanyaan mereka sampai mereka kehabisan pertanyaan. Dan akhirnya aku bertanya “sebenarnya ada apa tulang? Apa yang terjadi? Sepertinya ada yang tulang sembunyikan sesuatu dari aku?”aku mendesak mereka dengan pertanyaanku. Mereka saling pandang, membuatku semakin penasaran dan takut, jangan-jangan…..ah aku berusaha membuang pikiran itu jauh-jauh karena baru kemarin aku menelepon mereka untuk memastikan dan mereka sehat-sehat saja.
“sebenarnya… tidak terjadi apa-apa”katanya singkat sambil berfikir. Gak terjadi apa-apa kok…sepertinya ada yang mereka khwatirkan. “tulang….apapun yang terjadi aku sudah siap mendengarnya, tulang gak usah takut, aku sudah dewasa” kataku untuk meyakinkan mereka. Tulangku menarik nafas panjang seakan berat untuk menjelaskannya. Akupun sudah pasrah dengan jawaban mereka. “Jogy….” Katanya menyebut namaku. “bapakmu telah meninggal tadi pagi jam dua dini hari” katanya singkat tapi sungguh membuatku sock berat. Aku langsung menangis didalam pelukan mereka. Ternyata dihari kebahagiaanku Tuhan telah menjemput orangtua yang paling kucintai.
Selama diperjalanan aku tidak berhenti menangis. Aku menyesal wisuda hari ini. Mungkin kalau aku tidak wisuda orangtuaku tidak akan meninggal. “sabar ma ho bere da….dang adong na hot diportibion sude parsatongkinan”nantulangku berusaha menghiburku sambil memelukku. Aku tidak sabar lagi untuk sampai dikampung.
Saat yang kutunggu telah tiba, aku tiba dikampung disambut tangis pilu oleh adek-adekku yang masih kecil. Mereka masih butuh kasih sayang seorang bapak. Mereka memelukku dengan tangis yang sungguh mengharukan, dan juga ibu tercinta yang setia menunggui bapak disampingnya. Aku menghambur kepelukan mama tercinta dan tangis kami tidak tertahankan. Kulihat mata mama sudah sembab, mungkin sudah dari tadi pagi mama menangis.
Aku berusaha tegar menghadapi semua ini, mungkin inilah cobaan bagiku dan juga bagi keluarga, ayahku pergi dari sisi kami saat kami masih membutuhkannya. Selamat jalan ayah semoga kamu tenang disana. Doakan kami yang kamu tinggalkan.
(buat seseorang di TARUTUNG)
Sekian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar